MODEL PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA ALTERNATIF:
SD ISLAM TERPADU NURUL FIKRI DEPOK JAWA BARAT
Keywords:
SD Islam Terpadu (SDIT)Abstract
SDIT Nurul Fikri beralamat di Jalan Situ Indah No. 116 Rt. 06 Rw. 10, Tugu Cimanggis, Kota Depok yang didirikan pada tahun 1993 di bawah naungan Yayasan Pendidikan Nurul Fikri (YPNF). YPNF merupakan lembaga pendidikan terpadu pertama di Indonesia yang menyelenggarakan pendidikan terpadu di Depok - Jawa Barat. Penyelenggaraan pendidikan agama alternatif di SDIT Nurul Fikri didasarkan latar belakang bahwa a) adanya dikotomi antrara sekolah umum dan sekolah Islam, b) masih tertinggalnya prestasi sekolah Islam dari sekolah umum, (c) adanya kesenjangan antara konsep pendidikan di sekolah dan di rumah, d) adanya kesenjangan antara nilai yang ditanamkan di sekolah dengan output (hasil pada siswa), e) diperlukan keseimbangan antara kognitif, afektif, dan psikomotorik, dan f) adanya porsi pembelajaran agama yang singkat. Kurikulum pendidikan agama dilakukan di dalam kelas melalui KBM pendidikan agama, silabus, dan RPP. KBM pendidikan agama disesuaikan dengan KTSP, yang didalamnya SI dan SKL sesuai dengan yang dikeluarkan oleh Depdiknas. Penanaman agama kepada peserta didik menjadi tugas guru, orang tua, petugas sekolah, yayasan, dan lingkungan. Seluruh tenaga pengajar dipersyaratkan memiliki kualifikasi S1. Proses perekrutan melalui seleksi administrasi, psikologi, kemampuan mengajar, dan interpersonal guru. Pembinaan sumberdaya manusia melalui pemberian motivasi, short course, atau seminar. Rekruitmen peserta didik SDIT Nurul Fikri dilakukan melalui beberapa tahap, pertama, seleksi melalui sosialisasi melalui spanduk, orang tua siswa, dan media masa. Kedua, calon peserta didik diseleksi secara administratif dan psikotes. Sistem evaluasi pembelajaran pendidikan agama dilakukan kepada peserta didik secara normatif sama dengan sistem evaluasi yang lain, yaitu ulangan tengah semester, ulangan sumatif, dan ujuian akhir sekolah. Model evaluasinya adalah unjuk kerja (demonstrasi), tes harian, bulanan, tengah semester, dan akhir semester. Tanggung jawab pembentukan watak bukan semata urusan pembelajaran agama di sekolah. Sekolah menjadi laboratorium persemaian tumbuhnya watak secara egaliter, dan siswa sebagai pelakunya.Semua aktivitas tersebut merupakan bentuk ikhtiar bersama. Semoga dengan begitu, pembelajaran agama tampil sebagai pembelajaran yang mampu berkontribusi kuat dalam melahirkan peserta didik yang berwatak sesuai dengan amanah UU SPN.