Millennial Generation's Views On The Myth Of “Jilu Marriage†In Nganjuk East Java
Pandangan Generasi Milenial Terhadap Mitos Pernikahan “Jilu†Di Nganjuk Jawa Timur
DOI:
https://doi.org/10.47655/dialog.v43i2.390Keywords:
Jilu marriage, myth, Nganjuk, millennial generationAbstract
One of Indonesia's attractive cultures is available in the Javanese culture, especially in marriage tradition. Javanese marriage has been practiced in the forms of ritual or traditional ceremonies one of which is Jilu marriage. Jilu marriage is a customary law that prohibits a marriage between the fisrt child and the third child. Javanese people believe that the transgression of this law may bring about misfortune. This study explores how millennial generations view this tradition This research was conducted by using qualitative and quantitative approaches. Methods of collecting data include interview, literature review, and questionnaire. Quantitative data relies upon the statistic method while qualitative data is analyzed by reducing, exposing, and making conclusion. The study found that the mythology of Jilu marriage derives from Javanese ancestors' beliefs that regard number 3 as sacred number. Interestingly, millennials views of this can be categorized into three groups: those who believe, those who do not take it into consideration, and those who are neutral.
Salah satu budaya di Indonesia yang menarik untuk dikaji adalah budaya Jawa. Salah satunya terletak pada bidang pernikahan. Dalam melaksanakan pernikahan ada serangkaian ritual atau upacara adat yang harus dilaksanakan. Salah satu aturannya adalah dilarang melakukan pernikahan Jilu, yakni menikahkan anak nomor satu dengan anak nomor tiga karena dipercaya akan mendatangkan malapetaka. Pada era modern masyarakat Jawa masih ada yang percaya terhadap tradisi tersebut dan ada juga yang sudah meninggalkan. Artikel ini bertujuan untuk memberikan deskripsi tentang mitos pernikahan Jilu dan pendapat generasi milenial tentang mitos tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara, studi pustaka, dan kuesioner. Data kuantitatif yang ada dianalis dan disajikan dengan model statistika (diagram batang dan lingkaran) dan dilakukan penarikan kesimpulan, sedangkan data kualitatif dianalisis dengan cara mereduksi serta memaparkan data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan mitos pernikahan Jilu berasal dari kepercayaan nenek moyang suku Jawa yang mengkeramatkan angka 3 dan dampaknya sering terjadi karena menjadi guneman masyarakat. Generasi milenial di Nganjuk ada yang percaya dengan tradisi Jilu, ada yang tidak percaya, dan ada yang bersikap netral.
Downloads
References
Admin. (n.d.-a). Badan Pusat Statistik Kabupaten Nganjuk. Retrieved March 14, 2020, from https://nganjukkab.bps.go.id/statictable/2016/03/30/32/letak-geografis-kabupaten-nganjuk.html
Admin. (n.d.-b). Indonesia.go.id. Retrieved March 14, 2020, from https://indonesia.go.id/profil/suku-bangsa
Ambarwati, Anindika, A. P., & Mustika, I. L. (2018). Pernikahan Adat Jawa Sebagai Salah Satu Kekuatan Budaya Indonesia. In Prosiding SENASBASA (Vol. 3).
Amelia, A. L. (2018). Larangan Perkawinan Jilu dan Pembinaan Keluarga Sakinah di Kabupaten Blitar. Journal de Jure, 10(1), 31. https://doi.org/10.18860/j-fsh.v10i1.6571
Budiati, I., Susianto, Y., Adi, W. P., Ayuni, S., Reagan, H. A., Larasaty, P., Setiyawati, N., Pratiwi, A. I., & Saputri, V. G. (2018). Profil Generasi Milenial Indonesia. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Danandjaja, J. (1997). Folklor Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama.
Darmoko. (2016). Budaya Jawa Dalam Diaspora: Tinjauan Masyarakat Jawa di Suriname. Ikadbudi, 5(1), 1-19. https://doi.org/https://doi.org/10.21831/ikadbudi.v5i12
Mustopa, F. B., & Fakhria, S. (2019). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Larangan Pernikahan Adat Jawa Jilu Studi Kasus di Desa Tanggan Kecamatan Gesi Kabupaten Sragen. Legitima, 2(1), 18-39.
Panjaitan, L. M., & Sundawa, D. (2016). Pelestarian Nilai-Nilai Civic Culture dalam Memperkuat Identitas Budaya Masyarakat: Makna Simbolik Ulos dalam Pelaksanaan Perkawinan Masyarakat Batak Toba di Sitorang. Journal of Urban Society's Arts, 3(2), 64-72. https://doi.org/10.24821/jousa.v3i2.1481
Putra, G. kurnia. (2018). Wali hakim karena adat jilu (studi kasus di desa wonoasri kecamatan wonoasri kabupaten madiun). http://etheses.iainponorogo.ac.id/2595/1/Ginting Kurnia Putra.pdf
Romli, R., & Habibullah, E. S. (2018). Telaah Resepsi Pernikahan Adat Jawa Dalam Perspektif Hukum Islam. Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam Dan Pranata Sosial, 6(02), 177. https://doi.org/10.30868/am.v6i2.306
Setiyawan, A. (2012). BUDAYA LOKAL DALAM PERSPEKTIF AGAMA: Legitimasi Hukum Adat (‘Urf) Dalam Islam. ESENSIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin, 13(2), 203. https://doi.org/10.14421/esensia.v13i2.738
Sugiyono. (2012). Statistika untuk Penelitian. Bandung:Alfabeta.
Wibisana, W. (2016). Pernikahan dalam Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam - Ta'lim, 14(2), 190.
Widodo, W. (2018). Makna larangan pernikahan adat jawa di kecamatan sooko kabupaten ponorogo (perspektif tujuan pernikahan dalam islam). http://etheses.iainponorogo.ac.id/2741/1/Wahyu Widodo.pdf
Wulansari, D. (2010). Hukum Adat Suatu Pengantar. Bandung: Refika Aditama.